Kematian di dalam kebudayaan apa pun hampir selalu disikapi dengan
ritualisasi. Entah apa pun wujud ritualisasi itu. Ada berbagai alasan
mengapa kematian disikapi dengan ritualisasi. Dalam berbagai kebudayaan
kematian juga dianggap bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari
kehidupan. Peristiwa kematian juga ditangkap dengan sudut pandang dan
pengertian yang berbeda-beda oleh setiap orang. Baik dengan ketakutan,
kecemasan, pasrah, atau keikhlasan.
Orang Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi
orang yang mati. Mereka (orang yang mati) diangkat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup. Segala status yang
disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan
luhur. Dalam hal ini makna kematian di kalangan orang Jawa mengacu pada
pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi).
Dalam batu nisan selalu diterakan kata kyai dan nyai. Sebuah kata yang
mengacu pada pengertian ‘lebih’ dari pada yang bukan kyai atau nyai.
Sebutan ini dikenakan kepada semua yang telah mati tidak memandang usia
si mati, juga tidak memandang kedudukan atau status sosial yang pernah
disandang semasa si mati masih hidup di dunia.
Kematian dalam kebudayaan Jawa (juga dalam kebudayaan lain) hampir
selalu disikapi bukan sesuatu yang selesai. Titik. Kematian selalu
meninggalkan ritualisasi yang diselenggarakan oleh yang ditinggal mati.
Setelah orang mati, maka ada penguburan yang disertai doa-doa, sesajian,
selamatan, pembagian waris, pelunasan hutang, dan seterusnya. Oleh
karena penyebab kematian, maka pengertian mati juga diberi istilah yang
berbeda-beda. Ada mati wajar, mati sial, mati konyol, dan sebagainya.
Masing-masing pengertian mati ini selalu berkaitan erat dengan
konstruksi sosial dari masyarakat yang melingkupinya.
Dalam masyarakat Jawa kematian juga melahirkan apa yang disebut ziarah
atau tilik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah
akhir dari segalanya. Ikatan antara si mati dan yang hidup dipertautkan
kembali lewat aktivitas ziarah kubur. Tradisi ini secara tersirat juga
menimbulkan sebuah pengharapan bagi yang masih hidup bahwa yang telah
mati, yang telah berada di dunia sana dapat menyalurkan berkah dan
pangestu kepada yang masih hidup. Hal ini dipandang dapat menjadi salah
satu faktor keberhasilan bagi kehidupan orang yang telah ditinggalkan si
mati. Baik keberhasilan material maupun spiritual.
Kematian adalah sebuah misteri yang tidak dapat diungkapkan dan tidak
terelakkan. Fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala iman atau
kepercayaan. Masyarakat Jawa dalam pengertian ini dapat dilihat juga
mempercayai adanya dunia lain sesudah mati.
Sumber : http://ksupointer.com/
Kamis, 12 April 2012
MISTERI KEMATIAN
Diposting oleh
Assela Iga Mashita
di
02.27
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Posting Komentar